Den Haag - Menlu Belanda Uri Rosenthal pekan ini menghalangi sikap bersama Uni Eropa (UE) tentang Hak-hak Asasi Manusia (HAM) di Israel dan wilayah Palestina, karena teks mengenai Israel dinilai terlalu kritis.
Hal itu dibenarkan sumber-sumber di Brussel, pusat UE, seperti dipantau detikcom dari NRC Handelsblad, Kamis petang (29/9/2011).
Disebutkan bahwa negara-negara UE sudah sepakat mengenai pernyataan untuk Dewan HAM PBB di mana di dalamnya UE mengecam pelanggaran HAM oleh kedua belah pihak, yakni Israel dan Palestina, hingga tiba-tiba Belanda mengajukan keberatan.
Sementara itu Der Spiegel mengungkap bahwa sebelumnya Menlu Rosenthal pada Senin lalu telah memberikan instruksi kepada Dubes Belanda di Perwakilan Tetap PBB di Jenewa, menjelang debat mengenai isu tersebut dimulai.
Der Spiegel mengaitkan secara khusus hal itu dengan latarbelakang Rosenthal yang Yahudi dan fakta bahwa dia menikah dengan wanita Israel.
Rosenthal menghendaki agar tiga butir konsep pernyataan dihapus dari teks, yakni referensi mengenai solusi dua-negara (bangsa Yahudi dan Palestina saling mengakui eksistensi, red), penangkapan aktivis HAM oleh Israel, dan penghancuran pemukiman Palestina.
Dalam konsep pernyataan UE itu antara lain sama-sama dikecam blokade Israel terhadap wilayah Jalur Gaza sebagaimana juga aksi-aksi teror Palestina.
"Konsep teks pernyataan UE itu kurang berimbang dan tidak sesuai dengan substansi perkembangan dari rapat UE di PBB," ujar Rosenthal dalam tanggapannya.
Lanjut Rosenthal, teks tersebut juga bisa membuyarkan tujuan untuk memulai kembali perundingan-perundingan antara Israel dan Palestina. Belanda menginginkan bahwa perundingan-perundingan langsung dapat mencapai suatu solusi dua-negara.
Ditambahkan Rosenthal bahwa keberatan-keberatan Belanda itu didukung oleh antara lain Jerman, Italia, dan Ceko. Namun para diplomat mengatakan bahwa teks pernyataan UE tersebut baru dicoret setelah Belanda mengajukan keberatan.
Bahwa Rosenthal bersikap menolak referensi ke arah solusi dua-negara itu sangat menarik. Sebab dalam kesepakatan pemerintah tercantum bahwa solusi dua-negara harus menjadi jalan keluar kesepakatan damai.
Sikap penolakan Belanda di markas HAM PBB di Jenewa itu cukup keras sampai ke Brussel, lebih jauh dari ekspektasi sumber-sumber UE sebelumnya terhadap Belanda. Adalah sudah menjadi kebijakan UE sejak lama untuk mendukung solusi dua-negara. Israel juga telah menerima solusi tersebut.
Menlu Asselborn (Luksemburg), yang disegani di UE karena reputasi pengabdiannya, menanggapi dengan keras blokade Belanda itu. Dalam wawancara dengan koran Luksemburg, Tageblatt, Asselborn mengatakan bahwa kebijakan luarnegeri Eropa tak akan bertahan jika negara-negara anggotanya berperilaku seperti itu.
"Saya berharap para sejawat Belanda berpikir ulang sekali lagi. Saya berharap bahwa ini cuma faux pas (terpeleset, red), yang akan segera diluruskan," papar Asselborn.
Asselborn meyakini bahwa sikap Belanda sangat dipengaruhi oleh PVV (partai pimpinan Geert Wilders, mitra koalisi pasif, red).
"Bahwa Geert Wilders memainkan peranan dalam politik domestik Belanda itu saya sebagai menteri Luksemburg tak ada urusan. Saya tak mau mengomentari apapun tentang hal itu. Namun jika filosofinya berdimensi Eropa akan menjadi sangat problematis. Kita akan mendapat masalah, jika Geert Wilders menentukan politik luarnegeri Eropa," demikian Asselborn.
Sementara itu partai oposisi besar Demokrat 66 (D66) dan Partai Buruh (PvdA) telah meminta klarifikasi mengenai masalah ini.
"Pemerintah mengatakan ingin memainkan peranan konstruktif, tapi Rosenthal nampaknya ngotot membela Jeruzalem, kemungkinan juga mengorbankan suara bulat UE. Itu bukan sikap konstruktif," cetus Ketua Fraksi D66 Alexander Pechthold.
Sejak Rosenthal menjadi Menlu, Belanda terlibat lebih aktif pada sikap pro Israel. Dalam kesepakatan pemerintah koalisi tercantum bahwa Belanda akan menginvestasikan lebih jauh dalam hubungan dengan Israel.
Terbukti baru-baru ini bahwa Belanda bersama antara lain Ceko, termasuk negara-negara yang menolak keras saat negara Palestina mengajukan permohonan pengakuan sebagai anggota PBB.
Seorang fungsionaris UE mengatakan kemarin bahwa Perwakilan Tinggi UE untuk Kebijakan Luarnegeri Catherine Ashton, tidak lagi meyakini bahwa 27 negara anggota UE akan sepakat mengenai Timur Tengah.
"Sudah akan sangat indah sekali kalau sebagian besar mendukung satu kebijakan Eropa. Asal kita tidak terpecah belah menjadi dua bagian," demikian Ashton.
0 Komentar:
Post a Comment